Tahun 1994 kedua orangtua ku berangkat haji, saat itu aku harus menjaga adik-adikku dan ketika televisi lokal dan surat kabar lokal memberikan informasi bahwa kedua orangtuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan seketika rumah kami ramai, adik-adikku menangis 'kak..kita jadi yatim piatu'. Aku tak mampu menangis, aku yakin bahwa berita itu salah, semua mata memandang kami iba dan aku yakin itu salah.
Dua hari kemudian dering telepon yang ku nanti tiba, papa memberi kabar bahwa mereka selamat namun memang terpisah dari rombongan, name tag mereka lepas sehingga mereka dikabarkan meninggal. Peristiwa itu tak mungkin bisa ku lupakan sampai saat ini dan kepulangan mamak papa dari berhaji kami sambut dengan derai air mata, wajah mamak masih lebam akibat kecelakaan dan saat itu aku berharap bisa berangkat ke Mekkah.
Mamak memberi aku mukena dan alqur'an, mukenanya itu bekas pemberian bank namun entah mengapa aku suka banget dan rasanya setiap mengenakannya aku serasa berada di baitullah.
Mukena dengan bordiran nama sebuah bank itu aku bawa sampai aku bekerja, 1994- 2006 mukena itu setia menemani ku kemana saja, kuliah dan kerja serta harapan yang tak pernah usang 'bahwa aku akan ke baitullah bersama mukena pemberian mamak'
Tahun 2006 tiba-tiba datang seorang kepala desa ke kantor untuk mengambil insentif bulanan. Beliau berkabar kalau keluarganya hendak melaksanakan umroh bulan April, mendengar itu spontan aku gembira 'wah... saya juga ingin banget ke Mekkah tapi sayang belum ada uangnya'
Kalimat itu keluar begitu saja dan direspon biasa oleh sang Kepala Desa ' kalau memang ada rezeki pasti kesana' sahut beliau. Bulan depannya sang Kepala Desa datang kembali untuk mengambil insentif bulananya, siang itu beliau menyerahkan amplop merah kepadaku 'Uli ini map pendaftaran umroh, aturlah cuti untuk membuat paspor'
Rasanya aku ingin menjerit, kok bisa? Maksudnya apa? Dan map merah itu menjawab semuanya, aku sudah terdaftar sebagai peserta umroh dan akan berangkat April nanti bersama rombongan keluarga Pak Kades.
Darimana uangnya? Mamak sepakat tabungan yang ada gunakan untuk mengganti dana pak Kades, ya beliau mendaftarkan aku dan aku boleh membayar kapan aku mampu. Mamak meminta aku harua berangkat tanpa berhutang.
Tabungan yang ada saat itu hanya 7 juta, kurang 4 juta untuk melunasinya, alhamdulillah tahun itu bonus cair lebih awal sehingga aku bisa membayar kembali dana pak Kades.
Bisa dibilang aku bisa umroh hanya karena niat, mukena pemberian mamak akhirnya aku bawa ke Mekkah dan aku percaya niat adalah modal utama selebihnya Allah akan aturkan untuk kita.
April 2006 aku melaksanakan umroh, dan tentu saja ini melebihi ekspektasiku. Niat yang diijabah langsung sang pencipta dan gak akan pernah kulupakan bagaimana niat itu hadir.
Dua hari kemudian dering telepon yang ku nanti tiba, papa memberi kabar bahwa mereka selamat namun memang terpisah dari rombongan, name tag mereka lepas sehingga mereka dikabarkan meninggal. Peristiwa itu tak mungkin bisa ku lupakan sampai saat ini dan kepulangan mamak papa dari berhaji kami sambut dengan derai air mata, wajah mamak masih lebam akibat kecelakaan dan saat itu aku berharap bisa berangkat ke Mekkah.
Mamak memberi aku mukena dan alqur'an, mukenanya itu bekas pemberian bank namun entah mengapa aku suka banget dan rasanya setiap mengenakannya aku serasa berada di baitullah.
Mukena dengan bordiran nama sebuah bank itu aku bawa sampai aku bekerja, 1994- 2006 mukena itu setia menemani ku kemana saja, kuliah dan kerja serta harapan yang tak pernah usang 'bahwa aku akan ke baitullah bersama mukena pemberian mamak'
Tahun 2006 tiba-tiba datang seorang kepala desa ke kantor untuk mengambil insentif bulanan. Beliau berkabar kalau keluarganya hendak melaksanakan umroh bulan April, mendengar itu spontan aku gembira 'wah... saya juga ingin banget ke Mekkah tapi sayang belum ada uangnya'
Kalimat itu keluar begitu saja dan direspon biasa oleh sang Kepala Desa ' kalau memang ada rezeki pasti kesana' sahut beliau. Bulan depannya sang Kepala Desa datang kembali untuk mengambil insentif bulananya, siang itu beliau menyerahkan amplop merah kepadaku 'Uli ini map pendaftaran umroh, aturlah cuti untuk membuat paspor'
Rasanya aku ingin menjerit, kok bisa? Maksudnya apa? Dan map merah itu menjawab semuanya, aku sudah terdaftar sebagai peserta umroh dan akan berangkat April nanti bersama rombongan keluarga Pak Kades.
Darimana uangnya? Mamak sepakat tabungan yang ada gunakan untuk mengganti dana pak Kades, ya beliau mendaftarkan aku dan aku boleh membayar kapan aku mampu. Mamak meminta aku harua berangkat tanpa berhutang.
Tabungan yang ada saat itu hanya 7 juta, kurang 4 juta untuk melunasinya, alhamdulillah tahun itu bonus cair lebih awal sehingga aku bisa membayar kembali dana pak Kades.
Bisa dibilang aku bisa umroh hanya karena niat, mukena pemberian mamak akhirnya aku bawa ke Mekkah dan aku percaya niat adalah modal utama selebihnya Allah akan aturkan untuk kita.
April 2006 aku melaksanakan umroh, dan tentu saja ini melebihi ekspektasiku. Niat yang diijabah langsung sang pencipta dan gak akan pernah kulupakan bagaimana niat itu hadir.