Aku, Versi Terbaikku Saat Ini
Semakin menua aku bersyukur bahwa aku sudah menjalani apa yang ditetapkanNYA, didikan Mamak membuat aku menyadari bahwa hidup terbaik adalah bisa menerima keadaan. Saat anak-anak sangat wajar kita ingin memiliki apa yang teman kita miliki. Orang tua ku juga paham perkembangan tren dikalangan anak-anak, bahkan tanpa diminta mereka juga menyadiakan apa yang kami butuhkan. Namun ada kalanya aku ingin memiliki sesuatu disaat orang tuaku belum menyediakannya, dan Mamak cukup bilang kepadaku "sabar, percayalah semuanya sudah diatur oleh Allah, Langkah, rezeki, jodoh dan maut itu kuasa Allah jadi nggak semua harus sesuai kehendakmu. Alhasil aku tumbuh menjadi anak legowo, kalau aku belum bisa naik pesawat terbang itu artinya memang Allah yang belum izinkan. Dan terbukti kala Allah udah izinkan bahkan aku sampai merasa lelah karena harus terbang terus dari satu kota ke kota lain karena pekerjaan.
![]() |
Menerima Diri Sendiri by Ulihape |
Nah kalian pernah nggak sih merasa tertinggal? Saat teman-teman sudah di posisi mapan, sedangkan kita masih berjibaku dengan hal-hal yang kelihatannya biasa saja? Alhamdulillah aku tidak karena sejak aku kecil sudah percaya dengan apa yang Mamak sampaikan bahwa semua ada waktunya, semua sudah sesuai porsinya, tapi aku percaya ada banyak yang merasa demikian, percayalah bahwa seiring waktu, aku belajar satu hal penting : diri ini layak menjadi prioritas, dengan segala yang melekat padanya. Jadi tak perlu bandingkan dirimu dengan orang lain which is kita berbeda sejak dalam rahim Ibu kita.
Aku belajar mencintai versi diriku yang sekarang sudah sejak aku kecil. Secara fisik adikku jauh lebih cantik dari aku, dan banyak hal dunia kami berbeda dan diperlakukan berbeda. Namun itu bukan karena orang tua membedakan kami namun Mamak memberikan apa yang sesuai dengan diri kami. Berbeda bukan berarti tertinggal namun itu adalah versi terbaik yang sesuai dengan diriku,begitulah aku menyikapi apapun yang ada. Aku saat ini adalah versi yang mungkin belum sempurna, tapi setia belajar. Versi yang memilih profesi ini dengan sadar, bukan karena ikut arus, tapi karena merasa nyaman dan bisa berdampak baik. Rasanya seperti berjalan di jalan yang mungkin tidak selalu cepat, tapi pasti. Aku dengan sadar memang memilih bekerja tanpa karir, aku dengan sadar melakukan apapun karena aku mau bukan dipaksa.
Karena aku percaya, ketika kita total dalam apa yang kita kerjakan—apa pun profesinya—maka akan ada hasil baik yang mengikuti. Menjadi ibu rumah tangga, guru honorer, jurnalis lokal, barista rumahan, pengelola kebun, atau apa pun... bukan perkara besar-kecilnya pekerjaan, tapi bagaimana kita menjalaninya dengan utuh.
Setiap hari adalah proses belajar. Belajar sabar saat hasil belum terlihat. Belajar menghargai waktu istirahat. Belajar berkata "cukup" pada ekspektasi yang terlalu tinggi. Dan yang paling penting : belajar menerima diri sendiri, dengan segala yang ada saat ini.
Aku percaya, kenyamanan yang berdampak baik itu mungkin. Kenyamanan yang bukan malas-malasan, tapi damai menjalaninya. Misalnya, aku lebih suka menulis daripada tampil di depan kamera. Tapi lewat tulisan, aku bisa menyampaikan nilai. Aku bisa hadir dalam hidup orang lain. Itu nyaman buatku, dan ternyata berdampak juga.
Jadi, kalau hari ini kamu masih merasa belum "sesukses" orang lain—tenanglah. Mungkin kamu sedang membangun sesuatu yang tak terlihat mata, tapi sedang tumbuh kuat di dalam dirimu.
Jangan pernah remehkan dirimu. Bahkan saat kamu merasa sedang tidak melakukan apa-apa—bisa jadi itu waktu yang kamu butuhkan untuk kembali penuh.
Kita ini istimewa, bukan karena pencapaian, tapi karena keberadaan kita sendiri sudah membawa nilai.
0 Komentar
Komen ya biar aku tahu kamu mampir