Ternyata Senyum Manis Merupakan Siksaan Terberat Bagi Orang yang Menyakitimu

Ternyata Senyum Manis Merupakan Siksaan Terberat Bagi Orang yang Menyakitimu

Yang tak begitu mengenal ku mungkin bisa menganggap aku tak seperti isi tulisan, tapi buat yang tahu perjalananku selalu mengucapkan haru betapa hebatnya aku, betapa mereka salut. Sebaliknya aku merasa apa yang aku lakukan justru sangat kejam !

Entahlah, aku memang memandang hidup di dunia ini murni panggung sandiwara, kita hanya melakoni apa yang sudah tertulis, sesekali bisa merasa senang ketika berjalan sesuai apa yang kita mau bukan apa kata sutradara, meski diakhir aku mengakui bahwa skenario sutradara memang jauh lebih baik dari apa yang aku eksekusi. Aku selalu beranggapan apa yang terjadi pada diriku, keluargaku memang sudah seharusnya terjadi, mau akunya jadi bandit atau orang alim yah memang seperti itu kisahnya. Cara berpikir seperti ini membuat aku menerima apapun dengan hati yang datar, yah paling diawal secara spontan dari mulut keluar kata "yahh kok begini sih?". Lalu aku langsung tersadar dan istighfar, oh iya ini terjadi karena memang aku pantas mendapatkannya, apa yah yang salah ? Lalu berusaha mencari solusi dan bereslah kegalauan hati. Dan satu lagi aku nggak suka menyimpan apapun yang terjadi dalam hidupku, menyimpan memori tak enak bagiku membuang ruang dikepala yang seharusnya bisa digunakan untuk hal lain, karenanya kalo ada teman yang bilang lu kelihatan hepi terus, itu karena memang otakku tak menyimpan sebuah misteri yang tiba-tiba bisa dikuak orang lain ketika aku sedang tidur. Dan bila ada teman bercerita tentang sesuatu maka aku akan mempercayainya 100%, sampai kebenaran menemukan jalannya sendiri disitulah baru aku tanya alasan mengapa dia berbohong.






Karena cara pikir seperti itu mamak acap kali khawatir kepadaku, mamak khawatir aku dibodoh-bodohi orang, mamak menganggap aku terlalu menerima apapun, dan khawatir banyak orang tidak suka dengan caraku yang terlalu terbuka, tapi show must go on, aku adalah aku.

Pertama kali aku menghadapi kasus dalam hidupku adalah ketika aku berusia remaja, disaat aku mempunyai rasa mencintai dan dicintai. Rasanya masa itu adalah masa yang paling diidamkan hampir setiap anak remaja perempuan, punya kekasih tampan dan ketua osis. Dan aku mengalaminya, dengan wajah persegi khas batak, tak cantik tapi cukup rapi, baju masukkan ketat kedalam rok, rambut kaku semprotan barbara dan mungkin karena aku ceria maka hanya 1 murid laki-laki yang bisa menyukaiku, itupun hanya fisampaikannya lewat tulisan dihalaman buku catatan yang dipinjamnya "ILU". Nah satu lagi aku memang dari kecil tidak mau buang waktu, bertele-tele adalah pemborosan. Akhirnya ketika si murid laki-laki ini bermain ke rumah langsung aku sapa "kenapa nulis ILU?", senyum tipis dibibirnya, iya ILU sahutnya. Ya udah ini beneran nggak, kalau iya biar aku tanya mamak dulu. Matanya bicara iya..

Akhirnya aku dan murid laki-laki itu menjadi pasangan yang ngehits banget di masa itu, bisa jadi kek betty la fea, si cowoknya ganteng , sicewek nya batak kali hihi. Suatu siang di gerbang sekolah aku ditanya oleh murid perempuan cantik, kenapa si murid laki-laki tadi bisa menyukaiku. Jawabanku simpel, kalau dia pilih karena cantik tentu bukan akulah pacarnya, jadi tanya dirimu apa yang tak ada didiriku itulah yang membuat dia menyukaiku. Senyum manis aku meninggalkannya dengan tatapan kebencian.

Kisah kami berjalan indah, dan selalukan dalam sebuah kisah, pasti sipemeran utama memiliki satu orang sahabat yang dekat kepada kedua pemeran utama. Terkadang kami pergi bertiga, eh justru bukan sometime tapi hampir setiap kegiatan. Lalu aku harus meninggalkan kota kekasihku, karena papa pindah tugas. Ingat kan, aku ini berpikir sederhana, lalu disaat perpisahan aku langsung tanya "apa kita putus saja? Aku bisa saja tak setia dan kaupun begitu". Matanya bicara "jangan, biarkan aku menunjukkan betapa aku setia". Deal, kami LDR an, dering telepon disetiap sabtu malam menjadi agenda rutin, berkirim surat menjadi sebuah pelepas rindu. Dan selama itu berlangsung, tiga orang teman berkirim kabar bahwa kekasihku sedang berkhianat dengan sahabat baik kami. Jawabku kepada sipemberi kabar, biarkan sampai ada pengakuan, yang penting dering telepon masih ada di sabtu malam.

Sabtu malam ke sembilan puluh tujuh tak seperti sabtu malam lainnya, satu jam berlalu, dua jam berlalu tak ada dering telepon dan ketika kaki hendak beranjak tidur dering itu terdengar, aku menjawab "hallo.." hening disana, halloo.. kenapa ? Kau tak bisa setia? Aku merasakan bibir tipisnya bergetar, tangisnya pecah "maafkan aku, aku tak bisa seperti ucapku". I know ,, really i know so its OK, lama dia terdiam dan aku tanya kembali "dia ada bersama mu? Seolah terkejut "iyah..dia ada". Lalu suaranya berganti dengan orang yang sangat aku sayangi, sahabat baikku. Uli.. maafkan aku, aku..aku... Sssst..ssst sudahlah jangan menangis , kamu itu baik dari sekedar dititipkan bisa memiliki, kamu itu sahabatku. Tangisnya makin pecah, tolong maki aku, tolong hina aku ! Oh No..No.. buat apa ?

Malam itu pembicaraan aku tutup, dengan memberi maaf tapi tak memaki, dan sikap itu nyatanya membuat tak nyaman kedua teman baikku. Bagi remaja masalah putus dengan kekasih seyogyanya hal yang terberat, tapi bagiku yang berpikir sederhana ini hal biasa, suami istri aja cerai apalagi kekasih, karenanya aku memang tak membenci, karenanya aku tak memaki. Ternyata sikapku membuat keduanya tersiksa, dunia pertemanan kamipun heboh, cap pengkhianat langsung tersemat dikeduanya, dan semua iba melihatku, sampai suatu senja aku mampir kekota itu, aku mengajak semua teman berkumpul, dan sebagian mereka meyakinkanku baiak-baik saja, sang pengkhianatpun ada disana, kami bercerita dan itu adalah tatap muka terakhir diantara aku, mantan kekasih dan sahabatku.


Dari kisah ini aku belajar banyak, bahwa memaafkan, memberi senyum manis kepada orang yang menyakiti kita justru siksaan terberat bagi mereka. Sejak saat itu maka senyum manis adalah senjataku menghadapi orang-orang yang tak menyukaiku dengan alasan apapun.

Lalu didunia pekerjaanku, mendapat kesempatan bekerja dengan gaji yang diluar standard itu biasa, pernah mantan bos mengajak join, atas kekuasaan jabatannya maka prosedurnya terbalik HRD nya yang dipanggil, tolong kamu buatkan kontrak status pegawai tetap, gaji sekian. Salah prosedur, HRD nya ngambek, 2 minggu aku bekerja tak ada kepastian SK, nomor rekeningpun tak diminta. Setiap ada acara makan-makan selalu kurang jatah 1 orang yaitu aku, lama kelamaan office boy paham maka mereka membuatkan 1 kotak untukku "ibu ini diam aja ya" begitu bisik mereka. Senyum manisku setiap melihat HRD, senyum manis ku itu akhirnya memaksanya untuk memanggilku "kamu kenapa diam saja?" Karena saya tahu salah dan saya yakin HRD adalah orang baik. See lagi senyuman membuat yang zalim menjadi baik, bahkan setelahnya jatah kueku bisa dua box hehe.


Punya atasan yang baik hampir disetiap kesempatan, tapi selalu ada yang pertamakan ? Akhirnya punya atasan yang apa-apa salah gue, tetap donk yes, senjata terbaikku senyum..kasih dia senyuman. Sampai terdengar kekesalannya doi curhat "uli itu tak pernah tahu saya marah, postur tubuh, sikap saya padahal sudah jelas". Mendengarnya aku hanya senyum, orang ke sekian yang tersiksa dengan senyuman.

Nah, ladies untuk memiliki senjata ini tak susah sebenarnya hanya butuh kebiasaan, beberapa hal berikut adalah yang biasa aku lakukan :

  • Sebagai umat muslim, sholat 5 waktu, membaca kitab adalah sebuah keharusan tanpa syarat.
  • Berbuat tanpa pamrih, aku memasak untuk anak-anak tak berharap apa-apa selain aku hanya melaksanakan kewajibanku sebagai Ibu
  • Tersenyumlah setiap bangun pagi, begitu membuka mata ucapkan alhamdulillah lalu tarik kedua bibir untuk tersenyum
  • Berpikirlah yang positif, kalau aku karena dalilnya hanya menjalani peranan maka susah muncul pikiran negatif
  • Bersenandung lah disaat dalam perjalanan, aku suka naik ojek nah biasanya disinilah kesempatan baik untuk bersenandung, dan lagu masa kecil paling enak dijadikan senandung, pagi ini aku bersenandung becak..becaak tolong antar saya hehe
  • Cintailah kedua orang tuamu, saudaramu, suami dan anakmu. Tak cukup hanya ucapan dalam hati tapi mengucapkan langsung ke mereka jauh lebih baik. Pagi ini aku sudah menelpon mamak menanyakan menu masakannya, menelpon adikku yang sedang berulang tahun.
  • Yakin lah bahwa allah sudah mengatur segalanya untuk kita, tugas kita itu mensyukuri apa yang telah diberinya.



So ladies, have agreat journey and do the best you can do !




2 Komentar

  1. Jujur, tetap santai ketika hati dilukai, masih sulit buat saya. Sejauh ini saya masih memilih narik diri aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. belajar dna belajar terusmbak inshaallah kalo sdh sampai enak kok mbak

      Hapus

Komen ya biar aku tahu kamu mampir