Ikut Berpolitik Lewat Ngebuzzer

Ikut Berpolitik Lewat Ngebuzzer

Tahun 2014 tawaran menjadi buzzer politik pernah aku terima dan aku tolak, karena menurut ku hanya akan menimbulkan debat yang tak berkesudahan. Selama tahun politik kala itu maka untuk menjaga perasaan ku, beberapa teman sengaja aku unfollow.

Membaca postingan orang lain yang isinya mencemooh pilihan kita sungguh sangat tak mengasyikkan. Demi menjaga silaturahmi maka aku memutuskan mengunfollow dan alhamdulillah sampai saat ini aku berteman baik dengan mereka tanpa sedikitpun hatiku merasa tersakiti.


Ada pula status yang memberikan pengumuman kalau dia enggak suka dengan status pilpres, sebenarnya enggak usah bikin pengumuman juga toh sosial media punya tools yang bisa kita atur sedemikian rupa sesuai kebutuhan kita. Kalau tidak mau berinteraksi sekalipun boleh-boleh saja. 

Tahun 2018 akhir aku bahkan belum menerima tawaran untuk ngebuzzer politik sampai akhirnya aku berpikir "lah enggak ngebuzzer saja aku selalu bikin cerita tentang situasi politik, aku menulis apapun yang aku inginkan". Aku mencoba melihat dari sisi bisnis, dulu menulis gratis juga ok-ok saja namun ketika menghasilkan rupiah why not ? Selama aku enggak diarahakan berbuat sesuatu, mereka membayar apa yang sudah biasa aku lakukan, why not ?

Akhirnya aku memutuskan untuk menerima tawaran yang ada, lagian dengan begitu aku justru bisa merasakan dunia politik. Baru menulis beberapa artikel politik dari kacamata seorang emak-emak aku sudah gemetar mendapati komentar yang menusuk, aduhh gini amat ya nulis politik! hehe. Lalu aku enggak bisa membayangkan orang-orang yang benaran terjun di dunia politik, pantas saja kalau terlihat ricuh wong baru sekedar tulisan saja bisa memancing beragam komentar.



Alasan lain adalah aku merasa terpanggil untuk membantu Pak Jokowi, aku bahkan akhirnya masuk keberbagai grup relawan untuk menyerap berbagai informasi sebagai bahan konten untuk artikel ku. Menariknya tahun politik kali ini banyak pula agency yang memberikan jobe seputar pilpres, lantas salahnya dimana kalau ada yng tertarik ?

Menurutku sama saja dengan ngebuzzer bidang lain, semua punya peraturan ada kelompok yang inginnya kampanye damai, ada pula yang inginnya menggunakan metode menyerang. Mau yang manapun tujuannya sama adalah membuat engagement di sosial media. Bahkan beberapa cuitan, status yang bernada menyerang seringkali sengaja dinaikkan hanya skeedar untuk membuat sosial media riuh dan tujuannya sama saja we need more engagement.

Sosial media merupakan dunia lain tempat orang mencari informasi, enggak peduli lagi siapa yang menyampaikannya, asal viral maka semua orang bisa menggunakannya sebagai refrensi. Ada 43 ribu media online dan media yang benar-benar bonafit itu hanya ada 4 % saja, selebihnya siapa saja yang bisa memberikan informasi di sosial media.

Karena itu harus ada mesin yang bergerak di sosial media untuk memenuhi volume konten sosial media, jadi bukan hal aneh lagi kalau sejak 2014 banyak kesempatan mengambil job di bidang politik. So enggak usah nanya juga kenapa temanmu mau ikutan politik, enggak usaj juga mengatakan demi receh mau terjun ke politik. Mungkin bagimu receh bila melihat rupiahnya tapi bagi ku rupiah itu bahkan enggak bikin kaya tapi ada kebanggaan ketika aku bisa menyuarakan isi hatiku untuk sebuah pilihan politik. Aku bisa bangga bisa berbuat sesuatu untuk suara politikku.

Banyak cara untuk bisa menjadi elegan, masalahnya apapun yang digunakan kalau lu enggak suka maka se-elegan apapun temanmu berkampanye, maka itu terlihat kacangan. So kalaupun enggak tertarik berpolitik maka jangan hakimi orang yang masuk ke dalam politik itu.

Ok gitu aja dulu opiniku tentang berpolitik lewat ngebuzzer, yang pasti jangan lupa 17 April adalah pemilihan Presiden, jadi sudah tahukan siapa presiden kita ? Yup! Bapak Jokowi dong yang dicoblos hehe ...#becandanyabuzzeremangbeda hahaha

4 Komentar

  1. Balasan
    1. 2019 radarnya lebih keren keknya hahah banyak kandidat

      Hapus
  2. Aku sama kaya Mbak Uli, sering nggak suka dengan masa2 kaya sekarang karena banyaknya orang yg "merasa ahli" & berkomentar seenaknya. Padahal jatuhnya jadi menjelek2kan & rusuh. Suamiku juga termasuk orang yg nutup akun FB-nya gara2 tahun kemarin banyak beredar berita hoaks & menebar kebencian di sana

    Alhamdulillah mbak uli mendukung salah satu paslon, tapi dengan gaya yang masih elegan & nggak menjatuh2kan. Semangat terus ya mbak... :)

    BalasHapus

Komen ya biar aku tahu kamu mampir